Kudus? Masih Zaman??

ESTUF 26 Februari 2021

Oleh Kak Krisna Yogi

Kekudusan seringkali dikaitkan dengan “do’s and don’ts”. Kekudusan dengan segala kompleksitasnya juga seringkali seakan menjadi “beban bagi kita sebagai umat Kristiani. Realitas yang terus berubah dan semakin rumit menjadikan kekududan menjadi sesuatu hal yang samar-samar, baik dari isu-isu baru terkait LGBT, pornografi yang menjadi semakin umum. Ketika kita memikirkan kekudusan sebagai rentetan daftar “do’s and don’ts”, nampaknya hanya akan menambahkan daftar tersebut yang tiap poinnya terus menajdi perdebatan dan bahkan seringkali merupakan topik yang dihindari. Maka dari itu, dalam ESTUF kali ini, kita bersama-sama belajar untuk memaknai kekudusan dari prinsip dasar/filosofi Alkitab.

Kita hidup dalam suatu “tension” atau tekanan. Realitas yang seakan menuntut kita untuk mengambil sikap yang benar namun juga relevan terhadap kehidupan sehari-hari. 1 Petrus 1:14-16 mengandung poin penting, yaitu hendaklan kita kudus, sebab Allah kudus adanya. Rasul Petrus menjadikan prinsip ini sebagai dasar dalam mengingatkan dan menasihati jemaat untuk selalu hidup sesuai kehendak Allah. Dalam Perjanjian Lama, kekudusan muncul dalam 4 bacaan, yaitu:

  1. Imamat 11:44-45. Konsep ini terkait pemilihan hewan yang haram maupun halal untuk dimakan ataupun dipersembahkan. Hewan yang dikategorikan sebagai haram dalam konteks ini merupakan hewan yang hidup di dua alam (contoh: amfibi). Hal ini merupakan suatu simbol yang tercampur menjadi metafora bagi bagaimana seharusnya umat israel hidup, yaitu terpisah dan tidak tercampur dengan dunia.
  2. Imamat 19:2. Kekudusan hidup dalam ayat ini menyangkut kesetiaan dan ketaatan pada perintah Yahweh.
  3. Imamat 20:7,26. Kekudusan sebagai suatu panggilan, yaitu konsekuensi penebusa; identitas Bangsa Israel; sebagai kepunyaan Allah membawa konsekuensi keharusan untuk hidup kudus.
  4. Imamat 21:6-8. Kekudusan dalam konteks kesucian atau kesalehan imam untuk pelayan korban. Imam memiliki cara hidup yang khusus dan spesifik. Standar kesucian Imam pada zaman itu menjadi lambang mengenai kekudusan.

Kekudusan adalah kekhususan cara hidup, cara beribadah, dan nilai moral Bangsa Israel sebagai konsekuensi dari penebusan Allah atas mereka. Kekudusan juga berarti ekspresi identitas Bangsa Israel sebgai umay kepunyaan Allah dalam cara hidup, cara beribadah, dan standar moral yang berbeda/terpisah dibandingkan bangsa-bangsa lain yang akan berujung terceminnya identitas Allah mereka.

Petrus menggunakan kerangka realitas dan ayat Imamat tersebut sebagau dasar ajarannya mengenai kekudusan. ‘Kuduslah kamu, sebab Aku kudus” lebih tepat diartikan bukan sekedar sebagai perintah untuk menjadi kudus, namun lebih tepat diartikan sebagai karena kita di dalam Kristus adalah orang kudus, maka cara hidup, cara beribadah, dan nilai moral kita haruslah merefleksikan kekudusan.

A.W. Tozer menyatakan bahwa segala sesuatu kepunyaan Allah haruslah dipandang kudus. Allah merupakan standar kudus itu sendiri. Manusia di masa kini seringkali menaruh nilai-nilai tertentu sebagai hal yang mendefinisikan hidup kita. Identitas menjadi multifacet dan kompleks. Nilai-nilai yang lahir di masyarakat terus berubah dan berkembang, banyak pilihan nilai yang dapat kita jadikan identitas hidup kita. Namun, sebagai pengikut Kristus, kita harus tetap mengutamakan “Identity in Christ”, yaitu mendefinisikan diri kita sebagai milik Kristus, sehingga seluruh aspek kehidupan menjadikan Yesus sebagai dasarnya. Nilai-nilai lain haruslah dievaluasi dan tunduk di bawah kedaulatan Tuhan di hidup kita.

Kekudusan dimulai dari kehidupan di dalam Kristus, dimungkinkan hanya oleh kuasa Kristus yaitu melalui Roh Kudua, merupakan proses seumur hidup, serta kekudusan artinya menundukkan seluruh aspek kehidupan pada kebenaran Kristus. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *